Motor Penggerak (Situbondo) ~ Advokat Yason Silvanus SH, berpendapat bahwa debitor yang beritikad baik dapat mendiskusikan kembali dengan pihak bank (dalam hal ini debt collector) mengenai pelunasan utang tersebut (minta waktu lagi). Biasanya debt collector masih membuka kemungkinan untuk negosiasi karena mereka sendiri memperoleh bagian dari tagihan tersebut. Kecuali, debitor memang sudah tidak mampu membayar, maka penyelesaian utang hanya dapat diselesaikan melalui proses di pengadilan.
” Mengenai debt collector yang mengancam akan melakukan penyitaan, Anda sebaiknya tidak gentar dengan ancaman seperti itu. Debt collector yang mendapat kuasa dari kreditur untuk menagih utang tidak boleh menyita paksa barang-barang milik debitor,” Ujar Advokat Muda Nawasena & Associates. Senin (19/10/2020) Malam.
Terkait dengan utang tersebut, Anda memang harus bertanggung jawab yaitu dengan tetap mengusahakan pembayaran/pelunasannya. Anda telah melakukan langkah yang benar dengan membicarakannya dengan pihak bank sehingga dapat dilakukan re-scheduling (penjadwalan ulang) terhadap pembayaran utang pada bank.
Penyelesaian Utang Melalui Proses di Pengadilan
Pada prinsipnya, penyitaan barang-barang milik debitor yang wanprestasi hanya bisa dilakukan atas dasar putusan pengadilan. Demikian pendapat Yason Silvanus SH, advokat dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Malang Raya ini,
Advokat Muda Ini mengatakan, Jika debt collector tersebut tetap menyita atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitor (dalam hal ini Anda) secara melawan hukum, maka Anda dapat melaporkan debt collector tersebut ke polisi.
” Perbuatan debt collector tersebut dapat dijerat dengan ancaman kekerasan maka bisa dijerat dengan Pasal 365 ayat (1) KUHP ,” Katanya.
Pasal 365 ayat (1) KUHP:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
Advokat Muda yang memiliki nama Kantor Nawasena & Associates ini menjelaskan,
Penarikan unit kendaraan secara paksa oleh pihak decolektor adalah perbuatan melawan hukum.
” Pada dasarnya tujuan dari fidusia adalah suatu jaminan oleh debitur kepada kreditur. Kalaupun terjadi wanprestasi oleh debitur, maka tetap harus ada persetujuan debitur untuk menyerahkan secara sukarela. Hal tersebut sebagaimana putusan MK No 18. Puu/ XVII thn 2019,” Paparnya.
ia melanjutkan, Jadi, kalau masih ada intimidasi ataupun premanisme dalam hal penarikan unit kendaraan, silahkan laporkan pidana atas dasar pasal 368 KUHP ,” Pungkas Advokat Muda ini seraya menawarkan secangkir kopi.
Reporter : Tim
Publiser : D'Naja